Monday, September 18, 2006
(Almost) Like Father
Jumat pagi, 16 September 2006, saat sarapan, si Abang secara mendadak minta dikhitan dan sebagai hadiah, cukup dibelikan sepeda. Bapak jadi surprise sekali. Ini mirip ulangan beberapa puluh tahun silam ketika Bapak kecil minta dikhitan saat sarapan yang membuat surprise si Kakek dan dengan tuntutan yang sama pula, sepeda. Responnya juga hampir mirip, hari itu juga langsung ditindak lanjuti, bedanya Bapak kecil langsung dibawa pagi itu juga ke klinik, sedangkan si Abang nunggu dokter datang ke rumah selepas maghrib.
Bedanya lagi, sang Abang langsung menangis saat lihat jarum suntik dan tangisannya baru berhenti saat prosesi selesai, sedangkan Bapak kecil rada "cuek" tak ada tangisan bahkan mengamati secara live prosesi saat pemotongan. he he he.
Satu lagi perbedaan mencolok, teknologi khitan Bapak kecil masih konvensional --- pakai pisau, jahitan dan juga darah, tak bisa langsung bercelana, tiap lepas perban selalu tersika, sedangkan si Abang rada canggih --- pakai metode smart knop, tak ada darah, tak pakai jahitan, tak ada perban dan langsung bisa mandi terus pakai celana.
Kalau yang ini mirip: tak ada foto dokumentasi saat prosesi. Saat Bapak kecil dikhitan, memang kejadian serba cepat dan belum ada teknologi instan ala digital camera. Sedangkan saat si Abang dikhitan, digital camera ada, namun Bunda tak tega untuk melihat dan memilih menjauh, sementara si Bapak sibuk menghibur si Abang dan (jujur) rada senewen juga hingga akhirnya prosesi bersejarah tak terekam. he he he. Biarlah, yang penting si Abang sekarang sudah bisa mengagumi sepeda hasil dari keberanian dia untuk dikhitan.
Selamat ya Bang, semoga menjadi anak sholeh dan tetap berani mewujudkan saat ada keinginan positif.
(Depok, 18 September 2006)